Navigation

Tambang dan Deforestasi Jadi Biang Kerok? Netizen Ramai Bahas Kerusakan Lingkungan di Akhir 2025

22 Dec 2025 Taufik Hidayat 7 views

IndSight – Isu kerusakan lingkungan kembali menjadi sorotan publik di penghujung 2025. Hasil observasi melalui instrumen data social listening IndSight periode 22 November–21 Desember 2025 menunjukkan lonjakan signifikan percakapan netizen, dengan total mencapai 113,7 ribu pembahasan dan melibatkan 14,7 ribu akun unik.

Puncak percakapan terjadi pada 29–30 November 2025, bertepatan dengan maraknya kabar bencana banjir dan longsor di sejumlah daerah yang dikaitkan dengan aktivitas pertambangan dan deforestasi.

Lonjakan ini mencerminkan meningkatnya keresahan publik terhadap dampak aktivitas industri ekstraktif yang dinilai memperparah kerusakan ekosistem dan risiko bencana hidrometeorologi.

Lonjakan Percakapan Kerusakan Lingkungan Mencerminkan Kekhawatiran Publik

Data Topik Percakapan Isu Kerusakan Lingkungan - IndSight
Data Topik Percakapan Isu Kerusakan Lingkungan – Dashboard IndSight

Grafik percakapan harian memperlihatkan kenaikan tajam hingga mendekati 30 ribu percakapan per hari di akhir November, sebelum kembali menurun namun tetap berada di level tinggi hingga pertengahan Desember. Pola ini menandakan isu kerusakan lingkungan tidak bersifat sesaat, melainkan terus menjadi perhatian publik.

Momen lonjakan tersebut sejalan dengan bencana banjir besar dan longsor di Sumatra yang melanda sejumlah wilayah dan memicu perhatian nasional. Pemerintah Indonesia bahkan menargetkan pemulihan dalam dua hingga tiga bulan serta mengevaluasi aktivitas di kawasan terdampak.

Sentimen Publik Didominasi Nada Negatif atas Isu Kerusakan Lingkungan

Data menunjukkan, dari total percakapan, sentimen negatif mencapai 16,8 ribu, jauh lebih tinggi dibanding sentimen positif yang hanya 1,9 ribu. Dominasi sentimen negatif ini menggambarkan kemarahan, kekecewaan, dan kekhawatiran publik terhadap kondisi lingkungan yang dinilai kian memburuk.

Sebagian besar percakapan bernada kritik menyinggung:

  • dugaan pembiaran tambang di kawasan sensitif,
  • pembukaan hutan yang tak terkendali,
  • serta lemahnya penegakan hukum lingkungan.

Minimnya sentimen positif juga menunjukkan bahwa publik belum melihat cukup banyak langkah nyata atau kebijakan yang dianggap mampu menjawab persoalan kerusakan lingkungan secara serius.

DISKON 30% dengan menggunakan kode promo NOLIMITYUK30 Berlaku untuk pembelian pertama dengan siklus 1 bulan, 3 bulan, & 1 tahun

Tambang dan Deforestasi: Dampak Nyata terhadap Ekosistem

Aktivitas pertambangan, terutama nikel, emas, dan batu bara, kerap disebut dalam percakapan publik sebagai faktor utama kerusakan lingkungan. Di Indonesia, tambang nikel yang berkembang pesat disebut membawa manfaat ekonomi, namun juga memicu deforestasi, degradasi lahan, dan ancaman terhadap ekosistem pesisir, terutama di wilayah Sulawesi dan Papua.

Secara global, studi terbaru Nature Communications mengungkap bahwa deforestasi akibat aktivitas pertambangan periode 2001–2023 mencapai hampir 19.765 km² hutan yang hilang, dengan emisi karbon sekitar 0,75 petagram CO₂. Temuan ini mempertegas bahwa kontribusi sektor tambang terhadap kehilangan hutan jauh lebih besar dari perkiraan sebelumnya.

Kerusakan tersebut berdampak langsung pada berkurangnya daya serap air tanah, meningkatnya erosi, serta naiknya risiko banjir dan longsor di wilayah sekitar tambang dan kawasan hutan gundul.

Komentar Netizen: Dari Keluhan hingga Seruan Aksi

Di media sosial, netizen ramai menyuarakan keresahan mereka. Sejumlah komentar yang banyak muncul antara lain menyoroti keterkaitan antara tambang dan bencana:

“MIRIS!!! RATUSAN MONYET HUTAN BERLARIAN TURUN GUNUNG AKIBAT PEMBUKAAN LAHAN UNTUK PERKEBUNAN.” Tulis akun @hadigion pada unggahannya di TikTok

@hadigion

MIRIS!!! RATUSAN MONYET HUTAN BERLARIAN TURUN GUNUNG AKIBAT PEMBUKAAN LAHAN UNTUK PERKEBUNAN. 😭😭 #SATWA #LINDUNGI #selamatkanindonesiaku #INDONESIA #perusakanlingkungan #LINGKUNGAN

♬ suara asli – hadigion – hadigion

Akun resmi Inilah.com mengunggah video yang menayangkan kerusakan lingkungan secara masif, mulai dari penebangan pohon hingga pencabutan sampai ke akar-akarnya. Unggahan tersebut memicu beragam reaksi dari warganet yang prihatin terhadap kondisi alam tersebut.

@inilahcom

Terpantau adanya aktivitas perusakan hutan dan lingkungan hidup, di mana pohon tidak hanya ditebang, tetapi dicabut hingga ke akar, sehingga tidak menyisakan vegetasi yang berfungsi menahan tanah dari gerusan air. Kondisi ini diduga memicu aliran air bercampur tanah dan lumpur yang mengalir deras saat hujan. Peristiwa ini menjadi perhatian serius karena menunjukkan dampak nyata kerusakan hutan terhadap keselamatan lingkungan dan masyarakat di wilayah terdampak. – Selengkapnya kunjungi website dengan klik link di bio atau download aplikasi di AppStore dan Google Play Store. #inilahNews #IlegalLogging #Inilahcom #titiktengah #titikcerah

♬ suara asli – Inilah.com – Inilah.com

Nada komentar tersebut memperlihatkan bahwa publik tidak hanya menuntut penjelasan, tetapi juga aksi konkret dan penegakan hukum terhadap pihak yang dinilai merusak lingkungan.

Sorotan Hukum atas Perusahaan Tambang

Tekanan publik juga tercermin dalam langkah hukum. Pada pertengahan 2025, dua perusahaan tambang di Sulawesi Tenggara digugat dan diwajibkan membayar ganti rugi lebih dari Rp47 miliar atas kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Kasus ini menjadi preseden penting bahwa praktik pertambangan yang merusak mulai mendapat konsekuensi hukum.

Pengamat menilai, langkah ini perlu diikuti dengan pengawasan berkelanjutan agar tidak berhenti pada satu-dua kasus saja.

Dampak Sosial: Masyarakat di Garis Depan Krisis

Bagi masyarakat di sekitar kawasan tambang dan hutan yang terdegradasi, dampak kerusakan lingkungan dirasakan langsung. Sumber air bersih berkurang, lahan pertanian rusak, dan risiko bencana meningkat. Kelompok masyarakat sipil menilai deforestasi dan tambang turut memperparah bencana di Sumatra dan wilayah lain yang terdampak hujan ekstrem.

Kondisi ini memperlihatkan bahwa persoalan lingkungan bukan sekadar isu ekologis, tetapi juga menyangkut ketahanan sosial dan ekonomi warga.

Menimbang Kepentingan Ekonomi dan Keberlanjutan

Pemerintah selama ini menempatkan sektor pertambangan sebagai motor pertumbuhan ekonomi dan hilirisasi industri. Namun, para ahli mengingatkan bahwa eksploitasi tanpa pengelolaan ketat berisiko menimbulkan kerugian jangka panjang yang jauh lebih besar dibanding manfaat ekonominya.

Penguatan regulasi, reklamasi pascatambang, transparansi perizinan, serta pelibatan masyarakat lokal dinilai menjadi kunci agar pembangunan tidak mengorbankan kelestarian lingkungan.

Kesimpulan: Alarm Publik di Penghujung 2025

Lonjakan lebih dari 113 ribu percakapan soal kerusakan lingkungan di akhir 2025 menjadi alarm keras bagi semua pihak. Dominasi sentimen negatif dan derasnya kritik terhadap tambang serta deforestasi menunjukkan bahwa publik menuntut perubahan nyata.

Tanpa langkah tegas dan berkelanjutan, kerusakan lingkungan dikhawatirkan akan terus memperbesar risiko bencana dan konflik sosial di masa depan. Suara netizen hari ini menjadi pengingat bahwa isu lingkungan bukan lagi wacana pinggiran, melainkan tuntutan mendesak untuk keselamatan bersama.

Taufik Hidayat

Kerja keras, healing cukup, growth jalan terus. Let’s collab or just vibe