IndSight – Pertalite (RON 90), BBM bersubsidi utama di Indonesia, kembali menjadi pusat isu negatif di media sosial, termasuk dugaan larangan pengisian bagi ojek online dan keluhan kualitas. Meskipun isu ini sebagian besar telah diklarifikasi sebagai hoaks oleh Pertamina dan Kementerian ESDM, kekhawatiran publik tetap tinggi karena status Pertalite sebagai BBM termurah dengan harga tetap Rp10.000 per liter.
Pertamina menegaskan bahwa tidak ada kebijakan resmi yang membatasi akses Pertalite untuk pelaku usaha mikro atau golongan tertentu, dan penyaluran terus berjalan sesuai kuota JBKP yang ditetapkan pemerintah. Sensitivitas publik didorong oleh ketergantungan pada BBM subsidi di tengah harga energi yang fluktuatif, membuat isu pembatasan segera menjadi viral.
Selain isu pembatasan, keluhan tentang penurunan kualitas Pertalite memicu kekhawatiran teknis, terutama bagi pengguna kendaraan modern dengan rasio kompresi tinggi yang idealnya menggunakan RON 92 ke atas. Hal ini menyoroti perlunya pengawasan ketat terhadap standar kualitas penyaluran BBM bersubsidi agar tetap sesuai spesifikasi teknis dan menjaga kesehatan mesin kendaraan masyarakat.

Harga BBM Terbaru di Indonesia: Pertalite Tetap Pilihan Harga
Salah satu alasan mengapa Pertalite (RON 90) begitu sensitif terhadap isu adalah karena posisinya sebagai BBM dengan harga paling terjangkau bagi mayoritas masyarakat, khususnya kendaraan harian.
Berikut adalah perbandingan data utama Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia (data harga per Desember 2024 di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya):
| Jenis BBM | Produsen | Nilai Oktan (RON) | Harga per Liter (Rp) | Status | Rasio Kompresi Mesin Ideal |
| Pertalite | Pertamina | 90 | 10.000 | Subsidi/Penugasan (JBKP) | 9:1 hingga 10:1 |
| Pertamax | Pertamina | 92 | 12.100 | Non-Subsidi | 10:1 hingga 11:1 |
| Shell Super | Shell | 92 | 12.290 | Non-Subsidi | 10:1 hingga 11:1 |
| Revvo 92 | Vivo | 92 | 12.223 | Non-Subsidi | 10:1 hingga 11:1 |
| Pertamax Turbo | Pertamina | 98 | 13.550 | Non-Subsidi | Di atas 11:1 |
Catatan: Data harga dapat berubah sewaktu-waktu
Total Pembicaraan Terkait BBM Pertalite di Media Sosial

Dashboard IndSight menampilkan dinamika percakapan publik mengenai isu “Pertalite” sepanjang 1–30 November 2025. Data menunjukkan total percakapan di media sosial mencapai 115,817 ribu unggahan, namun angka ini turun cukup signifikan, yakni -38,09% dibanding periode sebelumnya. Penurunan serupa juga terjadi pada jumlah warganet yang terlibat (Total Talker) yang tercatat 10,543 ribu akun, atau menurun -32,86%.
Volume percakapan ini tidak hanya mencerminkan kekhawatiran harga, tetapi juga mengindikasikan bahwa setiap perubahan kecil atau rumor terkait BBM subsidi akan langsung memicu reaksi berantai yang cepat dan sulit dikendalikan di ruang digital.
Sentimen di Media Sosial Didominasi oleh Negatif Talk
Meski volume percakapan menurun, sentimen positif justru mengalami kenaikan. Positive Talk tercatat 3,957 ribu unggahan, meningkat 25,14%, mengindikasikan adanya persepsi publik yang lebih konstruktif atau munculnya topik-topik yang memberi gambaran lebih baik terkait isu tersebut. Sebaliknya, percakapan bernada negatif atau Negative Talk berada di angka 18,049 ribu unggahan, turun 13,72%.
Grafik day-to-day conversation memperlihatkan tren percakapan yang menurun tajam di awal bulan dari level lebih dari 20 ribu unggahan per hari pada 1 November sebelum akhirnya bergerak stabil di kisaran 1.000–4.000 unggahan hingga akhir bulan.

Sementara itu, percakapan positif dan negatif tampak fluktuatif namun tetap berada jauh di bawah volume percakapan total, menunjukkan bahwa pembahasan warganet masih terkonsentrasi pada beberapa momen puncak tertentu.
Isu Pertalite yang Paling Ramai Dibahas November 2025
Percakapan publik di media sosial sepanjang November 2025 didominasi laporan motor “brebet” atau mogok setelah mengisi Pertalite, terutama di Jawa Timur. Ribuan warganet membahas dugaan kualitas BBM menurun, isu oplosan, hingga kelangkaan di beberapa SPBU. Pertamina merespons dengan hasil uji laboratorium yang menyatakan Pertalite sesuai spesifikasi, sekaligus membuka layanan servis gratis dan mekanisme klaim bagi pelanggan terdampak.
Topik lain yang ikut memanaskan diskusi adalah kenaikan harga BBM non-subsidi, antrean panjang di SPBU, dan pengalaman masyarakat saat melakukan klaim maupun servis di bengkel rekanan. Secara umum, sentimen publik dipenuhi keresahan terhadap mutu Pertalite, transparansi penanganan dari Pertamina, serta kondisi pasokan BBM di tengah isu yang viral tersebut.
Akun @atree8396 di platform X (Twitter) menyoroti bahwa di tengah bencana banjir yang melanda Aceh, masalah kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) turut memperburuk kondisi dan penderitaan warga.
Keluhan serupa juga muncul di TikTok. Akun resmi @antaranews mengunggah video yang menampilkan warga mengeluh bahwa sepeda motor mereka mengalami gangguan (brebet) setelah mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite.
Secara keseluruhan, isu-isu yang menerpa BBM Pertalite di media sosial mencerminkan dilema ganda yang dihadapi publik kekhawatiran terhadap ketersediaan di masa darurat (seperti yang disorot saat banjir Aceh) dan keraguan terhadap kualitas produk (seperti keluhan motor brebet yang diunggah Antaranews).
Meskipun isu pembatasan telah berulang kali dibantah sebagai hoaks oleh otoritas terkait, tingginya volume percakapan negatif menunjukkan perlunya transparansi dan edukasi publik yang lebih baik, terutama mengenai kesesuaian nilai oktan (RON 90) dengan spesifikasi mesin kendaraan modern.
Pada akhirnya, Pertalite tetap menjadi jangkar energi bersubsidi bagi masyarakat, sehingga setiap isu yang menyelimutinya akan selalu menuntut respons cepat dan data yang akurat dari pemerintah dan Pertamina untuk menjaga kepercayaan publik.