Navigation

Siklus Tahunan: Analisis Bencana Banjir dan Longsor Sumatera, Data Korban, Kerusakan, dan Sentimen Publik

02 Dec 2025 Taufik Hidayat 11 views

IndSight – Bencana banjir dan longsor seolah menjadi ritual tahunan yang tak terhindarkan di Indonesia. Namun, gelombang bencana terbaru yang melanda Sumatera, terutama di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat pada akhir November 2025, bukan sekadar fenomena hidrometeorologi biasa.

Data korban jiwa, kerugian material, dan analisis sentimen publik mengindikasikan bahwa Indonesia, khususnya Sumatera, kini menghadapi bencana ekologis yang diperparah oleh kerusakan lingkungan yang masif.

Artikel ini untuk menganalisis data kerusakan yang ditimbulkan bencana, memperjelas narasi yang berkembang di media sosial, serta menggarisbawahi desakan masyarakat agar penanganan bencana beralih dari sekadar respons darurat ke penegakan hukum lingkungan yang lebih tegas.

Skala Kerusakan dan Data Empiris Bencana

Dampak bencana yang dipicu oleh curah hujan ekstrem dan Siklon Senyar ini tergolong parah. Data komprehensif dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 1 Desember 2025 menunjukkan bahwa skala kerusakan telah melampaui kemampuan respons lokal:

Korban Jiwa dan Dampak Sosial

  • Korban Jiwa: Total mencapai 593 orang (Aceh 156, Sumbar 165, dan wilayah lain). Angka ini menjadikannya salah satu bencana hidrometeorologi terburuk dalam lima tahun terakhir di wilayah tersebut.
  • Korban Hilang: Sekitar 468 orang masih dalam pencarian intensif.
  • Warga Terdampak: Lebih dari 1,5 juta orang terdampak langsung, dengan 578 ribu orang terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman, menyebar di ratusan titik pengungsian darurat.

Kerusakan Infrastruktur

Kerusakan fisik berfokus pada infrastruktur vital yang lumpuh, mengakibatkan terputusnya akses logistik dan bantuan:

  • Rumah Rusak: Total 37.257 unit rumah mengalami kerusakan (berat, sedang, ringan).
  • Jembatan Rusak: Sebanyak 271 unit jembatan vital mengalami kerusakan parah atau putus total, menyebabkan sejumlah wilayah (terutama di perbatasan Sumut-Sumbar) menjadi terisolasi.
  • Fasilitas Pendidikan: 282 unit sekolah rusak, mengganggu proses belajar mengajar bagi ribuan siswa.
  • Case Study: Di beberapa lokasi terdampak di Sumbar, banjir bandang membawa serta kayu-kayu gelondongan dalam jumlah besar, sebuah bukti fisik yang menguatkan dugaan peran deforestasi dalam memperparah daya rusak bencana.

Analisis Sentimen Isu Banjir Sumatera Ungkap Disparitas Opini

Dashboard Analisis Banjir dan Longsor Pulau Sumatera di Indonesia - IndSight
Dashboard Analisis IndSight dengan Keyword Banjir Sumatera

Ruang publik digital menjadi arena dinamika perbincangan yang intensif seputar penanganan bencana ini. Berdasarkan analisis sentimen melalui platform IndSight pada percakapan di media sosial periode 01 hingga 30 November 2025, terlihat jelas adanya polarisasi atau kesenjangan mencolok dalam narasi yang disampaikan.

Sentimen Negatif

Dari total 321 ribu percakapan yang dianalisis, sentimen negatif terlihat mendominasi secara signifikan, mencapai 32,1 ribu (sekitar 10% dari total) atau hampir tiga kali lipat dari sentimen positif yang hanya 11,9 ribu (sekitar 3,7%).

Dominasi ini mengindikasikan tingginya tingkat keluhan dan ketidakpuasan publik terhadap penanganan bencana oleh pihak berwenang. Selain itu, sentimen negatif juga mencerminkan kekhawatiran masyarakat yang meluas terkait kerusakan (rumah, akses jalan) dan cepatnya penyebaran konten kritik dan keluhan di ruang digital.

Sentimen Positif

Meskipun terdapat 11,9K percakapan positif, volumenya tergolong rendah dan gagal mengimbangi dominasi narasi negatif yang ada.

Sentimen positif ini sebagian besar terfokus pada dukungan moral bagi para korban, apresiasi terhadap kerja keras relawan dan komunitas, serta pujian singkat terhadap respons cepat dari segelintir pihak. Rendahnya volume ini menunjukkan bahwa persepsi publik secara keseluruhan masih dibayangi oleh isu-isu negatif.

Tren Percakapan Day to Day

Day to Day Conversation Isu Banjir Sumatera - IndSight
Day to Day Conversation Isu Banjir Sumatera – IndSight

Timeline Sentimen menunjukkan tiga fase perbincangan yang jelas. Pada awal hingga pertengahan November (1–25 Nov), percakapan masih rendah dan stabil, mengindikasikan bahwa isu banjir belum menjadi sorotan luas.

Namun, terjadi lonjakan tajam sentimen antara 26 hingga 28 November, ditandai dengan kenaikan ekstrem pada volume talk dan talker. Lonjakan ini biasanya dipicu oleh kejadian besar yang mendadak, konten viral (seperti video kritis), dan menyebabkan dominasi sentimen negatif karena peningkatan keluhan.

Meskipun terjadi penurunan pascapuncak (29–30 Nov), volume percakapan tetap tinggi, dengan fokus pembahasan beralih ke pembaruan data korban, kondisi terkini, dan upaya penanganan yang dilakukan.

Di Balik Angka Sentimen: Ekspresi Kritis Netizen di Platform Digital

Isu banjir Sumatera menjadi sangat menonjol di media sosial karena viralitas unggahan netizen. Fenomena ini tidak hanya mendominasi perbincangan, tetapi juga membangkitkan spektrum komentar yang luas, menjadikannya isu utama yang disoroti publik digital.

Akun @ThatSun510 di X/Twitter, melalui cuitannya, secara khusus mengingatkan kembali pada bencana alam Tsunami 2004 dan menyertakan narasi mengenai isu sensitif, termasuk penjarahan hingga peran pemerintah.

“Tsunami Aceh 2004, 3 Disaster (Tsunami, Likuifaksi, Gempa bersamaan) Palu 2018 s.d Banjir Sumatera hari ini, LAGU LAMA KEMBALI DIPUTAR : Penjarahan. Satu lagi yg biasa gk ke record, Trafficking. Orang hilang dgn alibi Mungkin lenyap krn bencana. Tanda PEMERINTAH Tidak hadir!”. Cuit Akun @ThatSun510

Cuitan lain datang dari akun X/Twitter @falikhph, yang menanggapi kondisi memprihatinkan pasca-banjir Sumatera. Unggahan ini mengandung sindiran tajam terhadap pembukaan lahan hutan dan secara eksplisit menuntut evaluasi mendalam dari Menteri terkait hingga anggota DPR.

“Argumen bagus ini bang buat alesan menteri n DPR g jdi evaluasi, akhirnya hutan yg ilang makin banyak, Sumatera tetep banjir lagi yang penting bisa nyumbang bahan baku hp, teknologi Sekarang 11jt, yang sisa masih banyak. Kalo banjir lagi mah tinggal bilang “karma g milih Prabowo”, Ciut @falikhph

Dualisme Kritik Medsos: Dari Masalah Hulu (Ekologis) ke Isu Hilir (Respons Pusat)

Walaupun bantuan yang tersalurkan menerima apresiasi, kritik yang mendominasi di media sosial didorong oleh dua isu utama.

Pertama, adanya pergeseran fokus publik dari sekadar ‘bencana alam’ menjadi ‘kejahatan ekologis’; temuan kayu gelondongan di lokasi bencana memperkuat keyakinan publik bahwa illegal logging dan deforestasi di hulu harus diusut tuntas oleh penegak hukum.

Kedua, munculnya tuntutan melalui kampanye #PrayForSumatera yang mendesak Pemerintah Pusat menetapkan Status Bencana Nasional, sebagai bentuk kritik atas respons dan alokasi sumber daya yang dinilai belum sebanding dan dianggap memiliki bias Jawasentrisme.

Bencana alam banjir dan longsor yang melanda Sumatera merupakan panggilan darurat bagi semua pihak. Sudah waktunya Pemerintah dan pemangku kepentingan mengubah prioritas dari sekadar memberikan simpati dan bantuan darurat pasca-kejadian, menuju langkah pencegahan fundamental berbasis perlindungan ekosistem. Jika deforestasi dan tata kelola lingkungan yang buruk terus diabaikan, jumlah 593 korban jiwa ini hanyalah peringatan awal dari potensi kerugian yang jauh lebih besar di masa mendatang.

Taufik Hidayat

Kerja keras, healing cukup, growth jalan terus. Let’s collab or just vibe